Wanita berkerudung
Banyak yang tidak percaya dan penasaran dengan kalimat “Tergila-gila wanita berjilbab sejak balita” dalam tulisan Facts About Donny Reza.
Beberapa diantaranya adalah teman kerja saya. Sebagian besar yang
bertanya merasa tidak percaya bahkan menganggap saya hanya sekedar
bercanda. Salah satu yang penasaran adalah ‘rekan’ penulis buku Istikharah Cinta, mbak Soraya Fadillah, yang dapat dibaca di komen ini. Asli nih, bakal panjang!!
Sejak kecil, saya sering dititipkan oleh orang tua saya ke tempat
saudara-saudara mereka. Minggu ini di rumah Paman saya di Sumedang,
minggu depan saya sudah di Nenek saya di Garut, esoknya di rumah Uwak
saya di Cianjur. Maklum, jarak antara saya dan adik saya dan adik
bungsu saya memang sangat rapat. Saya dan adik perempuan saya berselang
satu tahun setengah, adik perempuan saya dengan si bungsu berselang 2
tahun. Sebagai anak yang paling tua, saya harus rela berbagi kasih
sayang dengan kedua adik saya. Namun, saya dapat kasih sayang dari
keluarga yang lain. Tentu saja.
Saya lupa lagi kapan tepatnya, yang jelas sebelum saya masuk SD,
suatu hari saya diajak oleh paman saya untuk bertemu dengan
teman-temannya. Saya masuk SD tahun 1988. Bagi Donny kecil saat itu
yang penting dibelikan Teh Botol atau Teh Kotak, Donny kecil pasti ikut.
Apalagi paman saya tersebut yang ‘meracuni’ saya dengan Teh Botol dan
Teh Kotak.
Saat itulah, saya melihat sesosok wanita yang berbeda dari biasanya.
Saya masih saja ingat, dengan pakaian berwarna merah agak tua dan
jilbab bercorak dengan warna dasar sama, wanita tersebut sangat menonjol
dibandingkan yang lainnya. Wanita tersebut sangat cantik dan manis di
mata Donny kecil saat itu. Dan dia juga hanya satu-satunya wanita
berjilbab saat itu diantara teman-teman Paman saya. Cinta pertama
Donny? Entahlah. Kurang mengerti saya.
Tahun 80-an barangkali adalah masa perjuangan bagi para wanita
berjilbab karena seringkali mendapatkan ‘perlawanan’ dari tempatnya
sekolah atau bekerja. Kalau pun ada yang berjilbab, biasanya ibu-ibu
dan nenek-nenek, anak muda jarang. Donny kecil tidak mengerti soal itu,
yang jelas sejak saat itu, dalam benak Donny kecil sudah tertanam
sesosok wanita seperti itu.
Waktu berlalu, Donny kecil beranjak menjadi Donny ABG. Sekitar kelas
6 SD Ibu saya mengikutsertakan saya belajar mengaji di sekitar kompleks
tempat tinggal kami. Pengajarnya beberapa orang mahasiswa, berjilbab
semua. Donny ABG menemukan kembali mutiaranya yang hilang. Donny ABG
semangat datang ke tempat itu bukan untuk mengaji, tapi untuk bisa
dekat-dekat dengan mutiara-mutiara itu.
Saya jadi berpikir, jangan-jangan anak jalanan yang sekarang ‘diurus’
oleh sahabat-sahabat saya juga memiliki pikiran yang sama dengan Donny
ABG ya?
Hanya saja, kegiatan mengaji tersebut tidak berlangsung lama. Donny
ABG sudah beranjak menjadi anak SMP. Saat itu Donny ABG mulai mengenal
yang namanya Cinta sama Monyet. Donny ABG jatuh cinta
sama salah seorang wanita paling cantik di SMP tersebut. Gebetan
sekaligus saingan, sebab dalam 3 tahun di SMP tersebut Donny ABG dan
gebetan selalu berebut posisi siswa teladan. (Gini-gini juga mantan siswa teladan)
Awalnya dia tidak berjilbab. Suatu pagi Donny ABG kebingungan karena
tidak menemukan sang gebetan. Namun, Donny ABG terkejut melihat
seorang wanita berjilbab di lapangan sedang mendapat hukuman karena
datang terlambat. Dan ternyata, itu dia!!
Wow! Makin kelihatan cantik. Dan, lagi-lagi, Donny ABG serasa
menemukan kembali mutiaranya yang hilang. Ketika itu, dia merupakan
siswi pertama di SMP tersebut yang memakai jilbab. Sejak saat itu,
sahabat-sahabatnya pun banyak yang memutuskan untuk mengikuti jejaknya.
Saya sendiri jadi sangat termotivasi untuk shalat, biasanya hanya
shalat maghrib saja, kala itu jadi rajin.
Waktu berlalu. Masa perpisahan tiba. Donny ABG memilih untuk
melanjutkan ke sekolah favorit di Bogor. SMUN 3 Bogor. Sang gebetan
memilih untuk ke Pesantren Gontor. Kami berpisah. Tanpa pernah ada
pernyataan “cinta” atau “suka” diantara kami, meskipun kata teman-teman
saya dia menunggu pernyataan itu.
Yah, Donny ABG memang tidak pernah PD soal cinta-cintaan. Sebenernya
sampai sekarang juga begitu. Kabar terakhir, dia sudah menjadi seorang
ustadzah sekarang. Alhamdulillah.
Saatnya masa SMA. Masa yang katanya paling indah. Memang, saya pun
mengakui. Di sini Donny ABG menemukan juga tambatan hati yang lainnya.
Halah. Sama, sang tambatan hati awalnya belum memakai jilbab. Lagi,
hari pertama kelas 2, Donny ABG dikagetkan dengan peristiwa yang sama.
Sang tambatan hati memakai jilbab juga, meskipun saat itu sudah mulai
banyak yang memakai jilbab. Sejak hari itu, saya merasa hal semacam itu
menjadi sebuah “kutukan” buat saya. Namun, kutukan yang baik tentunya.
Mengapa kutukan? Begini…Di dalam kepala saya mungkin sudah banyak
lintasan-lintasan pikiran mengenai beberapa nama wanita. Hanya lintasan
pikiran saja. “Kalau si A gimana ya?“, “Kalau si B gimana ya?“.
Baik yang berjilbab, maupun yang tidak. Herannya, hampir semua wanita
tidak berjilbab yang sempat saya pikirkan itu, sekarang memakai jilbab.
Sebagian besar. Hanya saja, saya tidak mungkin menyebut nama. Ini
tentu saja mengherankan saya. Bahkan sempat terpikir, “jangan-jangan kekuatan pikiran saya yang menyebabkan mereka memakai jilbab“. Hihi. Saya nggak ngerti soal itu. Saya juga bukan peramal. Bagi saya hanya sebuah ‘kebetulan’ saja, atau mungkin juga insting saya yang cukup tajam.
Akan tetapi, jangan diartikan teman-teman saya yang memakai jilbab
juga karena saya pun pernah memikirkannya. Bisa merusak tatanan
persahabatan. Itu sih kesadaran mereka sendiri. Untungnya, kalau
wanita berjilbab yang masuk ke dalam pikiran saya tidak satu pun yang
akhirnya membuka kembali jilbab mereka. Malah biasanya semakin
istiqamah.
Masa SMA dilalui kurang lebih sama dengan masa SMP. Maksudnya dalam
urusan cinta-cintaan. Donny ABG tidak pernah merasakan pacaran, sampai
sekarang. Untungnya hal tersebut jadi sesuatu yang saya syukuri
sekarang. Saya masih orisinil, beruntung banget kan yang jadi istri
saya? Heu3x.
Perlu dicatat, dengan kedua wanita berjilbab yang saya ceritakan di
sini, jarang sekali saya mengobrol dengan mereka. Kecuali setelah
lulus. Ah, Donny memang seperti itu. Tidak pernah PD kalau urusan
wanita.
Sekalinya ke-PD-an, malah patah hati berbulan-bulan. Heu3x. Makanya,
sekarang saya tidak terlalu tertarik lagi urusan cinta-cintaan zaman
ABG dulu. Lebih tertarik ikutan jalurnya Fahri di Ayat-ayat Cinta
Baru setelah lulus SMA, saya mulai membatasi diri untuk ‘mencari’ dan
mensyaratkan jilbab untuk calon pendamping. Alasan saya sederhana.
Wanita berjilbab 99% Muslim. Saya tidak perlu repot mengira-ngira lagi,
“agama dia apa ya?“. Sudah jelas, meskipun di Indonesia muslim masih mayoritas. Sesuai juga dengan apa yang tercantum dalam Al-Quran, “agar mudah dikenali“.
Meskipun tidak selalu, tapi jilbab juga merupakan simbol ketaatan,
simbol keshalihan. Kalau pada Allah Yang Maha Agung saja taat, mestinya
ke suami juga taat. Dalam arti yang positif tentunya. Dan bagi saya,
jilbab juga sebuah simbol pembebasan, bukan pengekangan.
Saya merasa, peristiwa masa kecil yang telah terjadi merupakan sebuah
pengkondisian dari Allah untuk saya. Sampai akhirnya saya pernah dan
masih serta mudah-mudahan selalu istiqamah untuk terlibat dalam
organisasi yang -katanya- bergerak di bidang dakwah. Satu hal lagi yang
sebetulnya patut saya syukuri. Perlu saya akui bahwa orientasi hidup
saya berubah cukup drastis setelah berkecimpung di ranah dakwah yang berat berliku tajam dan kadang-kadang menukik.
Meskipun, sejujurnya saya menjalaninya masih setengah-setengah, bahkan
saya masih merasa belum berdakwah sama sekali, masih takut-takut dan
malu-malu gitu deh. Tanda kurang iman sebetulnya.
So, begitulah. Asal muasal mengapa saya lebih tertarik wanita
berjilbab. Awalnya faktor psikologis masa kecil, kemudian dikuatkan
dengan peristiwa-peristiwa yang ‘memaksa’ saya tidak bisa lepas dari
kutukan baik ini. Akhirnya, semuanya saya lakukan dengan penuh
kesadaran dan menjadi pilihan hidup saya juga. Dan saya sangat
bersyukur untuk itu.
0 komentar:
Posting Komentar